Jalan-jalan, piknik, wisata, atau refreshing merupakan kegiatan yang sangat dibutuhkan bagi kita yang selalu disibukkan dengan kegiatan kantor atau bisnis. Dengan refreshing pikiran dan badan kita yang lelah karena permasalahan sehari-hari akan kembali terisi dengan semangat yang masih refersh. Begitu juga dengan saya, kesibukan bekerja di sebuah lembaga yang konsen kepada permasalahan sosial masyarakat, dan kegiatan mengajar di sebuah akademi swasta di Jakarta, tak ayal membuat pikiran dan badan sering merasa lelah. Beberapa waktu lalu, ketika kelelahan sudah memuncak saya memutuskan untuk melakukan perjalanan wisata ke Pulau Tidung. Mengapa ke Pulau Tidung? Tempat ini saya pilih karena beberapa teman saya yang memperoleh cuti terlebih dahulu, sudah menyambangi tempat tersebut. Dari hal yang mereka ceritakan terbayang lokasi wisata yang sangat indah, dan penuh dengan kegiatan seru serta menyenangkan.
Akhirnya tanpa pertimbangan panjang saya putuskan untuk berangkat ke Pulau Tidung. Untuk menuju ke lokasi wisata ini saya mengeluarkan uang sebesar Rp.350.000,-. Dengan biaya tersebut saya sudah memperoleh T-Shirt dan paket perjalanan wisata selama 2 hari 1 malam di Pulau Tidung.
Sabtu pagi, pukul 06.00 saya berangkat dari daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Saya membutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk sampai di Pelabuhan Muara Angke. Di sana saya dikumpulkan oleh guide dari perusahaan tour and travel yang saya ikuti. Dan, saya juga bertemu dengan kawan-kawan baru yang sama-sama bertujuan menikmati keindahan alam di Pulau Tidung.
Tepat pukul 07.45, kapal Wisata Alam yang saya tumpangi bertolak dari pelabuhan Muara Angke. Sebelum kapal bertolak, petugas pelabuhan terlihat sibuk menertibkan wisatawan yang duduk di bagian dek kapal. Mereka diminta untuk mengisi ruang tengah kapal yang masih kosong. Menurut sang Kapten kapal, yang akrab di panggil Babeh, hal itu dilakukan petugas untuk mengantisipasi adanya kecelakaan, seperti penumpang yang terjatuh ke laut. Selain itu kami juga diwajibkan menggunakan jaket pelampung selama perjalanan menuju ke Pulau Tidung.
Keadaan di dalam kapal tidak dapat memberikan pemandangan yang cukup bagus selama dalam perjalanan. Untuk itu saya minta izin pada Babeh, untuk duduk di dek depan kapal. Namun, Babeh tidak memberikan izin sebelum kapal melewati menara pengawasan Polisi air. Karena menurutnya apabila patroli Polisi air melihat ada penumpang di dek kapal, maka mereka akan menilang dan melarang kapal melanjutkan perjalanan.
Akhirnya setelah 15 menit kapal meninggalkan pelabuhan Muara Angke, kami melewati menara pengawasan Polisi air. Tanpa dikomando saya dan beberapa wisatawan lain berhamburan keluar dek, untuk menikmati pemandangan di laut lepas.
Waktu perjalanan yang ditempuh selama 2 jam, saya habiskan dengan kegiatan mengambil beberapa foto keadaan di laut. Mengambil foto-foto, tingkah laku anak kecil yang terkagum-kagum melihat laut, dan menikmati perjalanan menggunakan kapal kayu ini. Teriknya matahari yang menyengat tidak menyurutkan saya untuk bertahan di dek kapal, karena angin yang bertiup kencang cukup menyegarkan badan ini.
Puas berada di dek, saya masuk ke dalam kapal dan duduk di samping Babeh, yang dengan santainya, sambil menghisap sebatang rokok, mengendalikan kapal kayu yang mampu mengangkut 150 penumpang ini.
Saya sedikit terhenyak ketika melihat di bagian kemudi kapal, semuanya sangat sederhana sekali, bahkan kompas yang terpapang di samping kemudi sudah tidak berguna. Penasaran, saya pun mencoba mengajak Capt. Babeh mengobrol.
“Capt. Sudah berapa lama menjadi kemudi di perahu ini?” Tanya saya penasaran. “ Wah saya sudah 20 tahun lebih mas!!!” Jawab Capt. sambil melepaskan asap rokok yang dihisapnya.
“Pantes,,,bisa tau arah, meski kompasnya rusak” ujar saya sambil memainkan kompas tersebut. “hehehe…kami anak laut sudah terbiasa dengan keadaan di laut. Tak perlu pakai kompas kami tahu arah pulang kemana, arah berangkat kemana, semua berdasarkan filling, Kami juga sudah punya patokan-patokan tersendiri” jawabnya serius. “Patokan? Maksudnya Capt?” “Patokan disini maksudnya, kalau kami ingin ke Pulau Tidung misalkan, kami akan mengambil jalur melewati pulau bidadari terlebih dahulu, kemudian dua pulau kecil itu, selanjutnya kearah barat daya menuju pulau pramuka, dan dibelakang pulau itulah terdapat pulau tidung” “Oooooh” saya hanya bisa terheran-heran.
“Kalau begitu Capt. Ndak pernah nyasar donks!” “ heheheh ya tidaklah, tapi sama saja sama mas ini, kalau saya di darat, saya pasti akan nyasar, kan semua karena kebiasaan saja”.
“Capt. Pernah mengalami cuaca buruk tidak pas berlayar” “Wah! Alhamdulillah selama saya melaut tidak pernah, karena kami selalu melihat alam, kami mengerti ketika alam tidak baik untuk berlayar, dari angin saja kami tau. Pernah dulu saya dan teman-teman mau melaut, keadaan cuaca cerah dan baik untuk melaut. Tapi, siapa sangka, nelayan tua ditempat kami melarang mereka untuk melaut. Katanya karena cuaca buruk. Kami yang muda-muda hanya bisa tertawa. Namun, kami tetap hormati saja keputusan dari si nelayan tua, karena bagaimanapun dia kan orang tua kami. Eh tidak disangka tiga jam kemudian kami melihat awan hitam beserta angin putting beliung di tengah laut. Wah! Kami ndk bisa membayangkan kalau kami tetap melaut.”
“wah, kok bisa si orang tua itu tahu yah Capt.” “Yah, kami juga waktu itu bertanya-tanya, tapi dia cuman bilang menyatu dengan alam, dan rasakan aliran angin, dan itu semua tidak bisa dipelajari, itu semua otomatis ada seiring dengan pengalaman mas!”.
Hehehe mendengar cerita Capt. Seru sekali. Namun, saya tidak berani melanjutkan obrolan karena tiba-tiba Capt. Babeh harus sibuk mengendalikan kapalnya untuk menghindari tumpukan sampah yang membentuk garis dan menghalangi perjalanan. Menurutnya kapal harus menghindar agar tidak ada sampah yang menyangkut di baling-baling.
Saya sedikit terkejut, ternyata sampah-sampah yang berasal dari daratan, yang selalu saya lihat disungai-sungai sampai ke tengah laut jawa ini. Di laut ini mereka membentuk garis seakan-akan memisahkan antara air laut berwarna hitam dan biru muda. Begitu saya tengok dan perhatikan, ada sampah kasur, plastik-plastik, pakaian dan berbagai macam, sampai ke ban bekas.
Lihatlah akibat manusia membuang sampah ke sungai tidak hanya mencelakakan manusia itu sendiri yang hidup di darat, dengan banyaknya banjir yang terjadi. Tetapi, mengkotori laut kita yang indah dan menganggu kehidupan di laut ini.
Sampai di Pulau Tidung, saya dan rombongan lainnya langsung dihantar menuju ke penginapan. Perbekalan kami dibawa menggunakan Bentor (Becak Motor) sedangkan, si empunya berjalan kaki menuju ke penginapan. Wah! Kalo kita berpikir bahwa di pulau ini ada mobil, kita salah besar. Ternyata kendaraan yang paling cepat disini hanyalah motor. Jalanannya pun bukanlah jalan yang sudah diaspal melainkan jalan yang hanya terbuat dari cornblock, dengan lebar sekitar 2 meter. Sepeda merupakan kendaraan utama yang banyak berlalu-lalang di pulau ini.
Penginapan kami tidak begitu jauh, kurang lebih sekitar 100 meter dari pelabuhan Pulau Tidung. Dalam bayangan saya penginapan yang akan kami tempati adalah penginapan seperti villa atau wisma-wisma layaknya di tempat-tempat wisata. Namun, ternyata penginapan tersebut lebih kepada rumah penduduk, yang dibentuk dalam kamar-kamar seperti tempat kost atau kontrakan. Satu kamar dapat ditempati sekitar 10 orang. Yah…wajarlah paket wisatanya terbilang murah.
Tapi meskipun kita memiliki uang lebih dan bisa membayar tempat penginapan yang lebih baik, tetap saja kita tidak dapat memperolehnya disini. Karena semua penginapan di Pulau Tidung sama konsep dan bentuknya.
Di depan kamar masing-masing sudah tersedia makan siang. Menu yang disajikan siang ini adalah cumi-cumi, tahu, sayur buncis, dan ayam goreng. Kebetulan sekali saya merasakan lapar setelah 2 jam di kapal, dan berjalan kaki dari pelabuhan ke penginapan. Saya dan beberapa wisatawan pun langsung menyerbu makan siang tersebut. Namun, lagi-lagi saya kecewa dengan rasa masakannya yang menurut saya masih jauh dari kata nikmat. Yah…maklum paket wisatanya kan murah!!
Menjelang siang saya mensempatkan diri melihat anak-anak kecil yang berlarian dan bermain pasir di pantai dekat penginapan. Alam yang indah dan keceriaan mereka menghilangkan semua kekecewaan yang muncul dalam benak saya. Saya pun turut asik bermain dengan mereka, merendam kaki di air laut, bermain pasir, dan mencari keong-keong kecil.
Tepat pukul tiga sore, saya dan rombongan bertolak ke pulau tidung kecil untuk melakukan snorkeling. Dengan kapal nelayan kami menuju lokasi. Sampai di lokasi kami diberikan berbagai perlengkapan untuk snorkeling, dan diberikan penjelasan secara singkat bagaimana cara-cara melakukan snorkeling.
Wah Subhanalloh, Maha Besar Ciptaan Allah! Begitu indah sekali dunia bawah laut di sini. Karang-karang yang lucu, ikan-ikan kecil beraneka warna, dan banyak ikan badut, ikan yang pernah kita tonton filmnya dalam serial animasi NEMO. Selain itu,Warna-warna biota laut yang warna-warni menjadi hal menarik tersendiri yang membuat semakin indahnya alam bawah laut. Ini baru kedalaman 3-5 meter loch..bagaimana dengan yang lebih dalam lagi, pasti lebih indah.
Menjelang matahari terbenam, saya dan rombongan kembali ke penginapan. Di tengah jalan kapal kami mengalami kerusakan pada mesinnya. Sehingga kami harus menikmati terbenamnya matahari dari atas kapal, sampai datang kapal bantuan yang mendorong kapal kami sampai ke pelabuhan.
Malam hari, saya diminta datang ke pinggir pantai, disana sudah menunggu rombongan lain. Ternyata, ada acara bakar ikan dan cumi. Wah,, saya pun berbaur dengan yang lain dan turut serta menikmati ikan dan cumi bakar. Ini baru nikmat,,, setidaknya saya makan ikan tersebut sampai empat potong dan cumi empat ekor, tanpa nasi. Maksudnya, besok pagi ketika harus sarapan dengan rasa masakan yang sama sewaktu tadi siang saya tidak akan terbebani hehehehe.
Malam hari kami habiskan dengan duduk di depan perapian yang digunakan untuk membakar ikan. Alunan gitar dan suara-suara sumbang kami mengalun menemani malam yang sunyi. Suara ombak dan surutnya air laut menjadi fenomena tersendiri yang sulit saya lupakan.
Esok paginya kami mengunjungi jembatan cinta dan pulau tidung kecil. Namun, saya memisahkan diri, dengan menggunakan sepeda saya menjelajah pulau tidung, yang tidak begiru besar ini untuk menemukan beberapa objek foto.
Keindahan Pulau Tidung sebenarnya merupakan objek wisata yang sangat berpotensi dan memiliki kompetensi untuk dijadikan objek wisata nasional maupun internasional. Hanya saya pemerintah harus dapat mendukung dan memberikan bantuan, agar pelayanan dan fasilitas wisata di pulau itu semakin terbaharui, dan dapat menarik wisatawan domestik maupun asing.